![]() |
Ujaran Kebencian |
Ketika saya membaca twit Fadli
Zon dan Fahri Hamzah mengenai Rohingya, saya berfikir kemana bola akan mereka
sorongkan? Sudah pasti mereka menembak kepada pemerintahan Presiden Jokowi.
Saya juga membaca twit Tifatul
Sembiring yang bahkan menampilkan gambar hoax mengenai Rohingya. Tentu saja
targetnya untuk membakar. Hal itu sangat memalukan dilakukan oleh mantan Mentri
Kominfo.
Di Jawa Tengah kabarnya FPI
sedang bersiap-siap melakukan demontrasi di candi Borobudur sebagai protes atas
tragedi Rohingya. Meski secara logis tidak ada hubungannya antara kejadian di
Rakhine dengan candi Borobudur, tapi justru dibetot-betot biar ada hubungannya.
Targetnya apalagi kalau bukan membakar kebencian antarumat beragama di
Indonesia.
Apakah semuanya berdiri sendiri?
Saya melihatnya tidak begitu. Ada semacam orkestra besar yang sedang dimainkan
atas nama tragedi Rohingya. Judul orkestranya : Jokowi tidak membela umat
Islam!
Lalu suara-suara itu disambut dan
dihangatkan oleh banyak orang. Penyambutnya adalah mereka yang selama ini
membenci pemerintahan Jokowi. Suara mereka senada : menyalahkan pemerintah atas
tragedi Rohingya. Ya, pemerintah Indonesia jadi sasaran kesalahan atas tragedi
yang terjadi di Myanmar! Hebat, kan?
Iya, sebagai rakyat kita meminta
pemerintah aktif melaksanakan amanat UUD untuk menjaga ketertiban dunia,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Peran itu sudah disadari Jokowi dengan
melakukan diplomasi aktif untuk membantu menyelesaikan kasus kemanusiaan di
Rohingya.
Indonesia sudah melakukan peran yang
signifikan dalam penyelesaian kasus Rohingya yang memang tidak sederhana.
Mentri Luar Negeri hari ini bertolak ke Myanmar. Setelah itu dia ke Bangladesh
untuk membantu mencari penyelesaian kasus kemanusiaan ini. Bangladesh adalah
negara yang berbatasan dengan Myanmar dan suku Rohingya berdarah Benggali.
Boleh dibilang, dari semua negara
ASEAN hanya Indonesia yang melakukan peran aktif ikut menyelesaikan kasus ini.
Bantuan diberikan untuk warga Rohingya. Sekolah dan Rumah Sakit didirikan.
Pengungsi ditampung.
Berbeda dengan Malaysia,
jangankan bantuan, menampung pengungsi Rohingya saja mereka gak mau. Atau
Bangladesh yang malah menawari pemerintah Myanmar untuk menghabisi ARSA,
kelompok militer yang berafiliasi dengan ISIS dan Taliban yang juga bercokol di
Rohingya. Kelakuan para jihadis ARSA inilah yang sering mengacau yang kemudian
membuat konflik Rohingya makin mengarah kepada konflik berdimensi agama.
Siapa korbannya? Yang paling
menderita umat muslim Rohingya yang tidak punya kekuatan apa-apa. Mereka
terjepit diantara dua kebringasan : Keberingasan ARSA (Taliban) dan kebiadaban
Militer Myanmar. Mereka juga terjepit kepentingan ekonomi di atas lahan yang
kaya sumberdaya alam.
Apakah Fadli, Farhri dan Tifatul
tahu bahwa dari sisi diplomatik pemerintah Indonesia sudah melakukan langkah
luar biasa untuk menyelesaikan kasus Rohingya? Tahu.
Apakah mereka tahu, justru dari
seluruh negara ASEAN bahkan dunia, Indonesia adalah negara yang paling lelah
mencari jalan keluar tragedi kemanusiaan di Rohigya? Ya, mereka sangat tahu.
Apakah mereka tidak tahu,
pemerintah harus bekerja diam-diam bersama NGO agar bisa memasukan bantuan
kemanusiaan di Myanmar? Sebab jika diplomasi Indonesia malah mempermalukan
pemerintahan Myanmar mereka akan menutup akses bantuan kemanusiaan dari
Indonesia. Padahal saat ini hanya Indonesia yang bisa masuk untuk melakukan
aksi kemanusiaan di Rohingya.
Fadli, Fahri dan Tifatul pasti
tahu itu. Tahu bahwa Jokowi sudah bekerja maksimal untuk membantu rakyat
Rohingya. Tahu bahwa menteri LN Indonesia memainkan peran diplomasi sangat
penting disana. Mereka tahu, pemerintahan Jokowi memiliki konsen yang sangat
besar pada peristiwa Rohingya. Tentu saja dengan tata cara diplomasi dan
pergaulan antar negara di dunia. Bukan dengan cara FPI yang main seruduk.
Apakah mereka tahu memang
begitulah seharusnya peran Indonesia ketika berusaha mencampuri urusan dalam
negeri negara lain? Ya, mereka tahu.
Apakah mereka tahu, bahwa cara
paling efektif membantu rakyat Rohingya adalah dengan mendukung pemerintah
Indonesia untuk terus memainkan perannya di kawasan. Bahwa selama ini posisi
Indonesia dalam kasus Rohingya memang cukup efektif dari sisi diplomasi? Iya,
jelas mereka sangat tahu.
Tapi kenapa mereka malah
menyudutkan pemerintah Jokowi? Sebetulnya target mereka bukan soal penyelesaian
kasus Rohingya. Mereka bukan hendak benar-benar membantu rakyat Rohingya.
Karena kebetulan isu Rohingya bisa digoreng untuk kepentingan politik maka
disanalah mereka berdiri. Menyanyikan lagu kebencian. Tujuannya hanya untuk
membangun isu bahwa Jokowi anti Islam. Singkatnya isu Rohingya cuma dijadikan
batu pijakan untuk 2019.
Sukur-sukur rakyat ikut termakan
dengan orkestra yang mereka bangun. Sukur-sukur kebencian pada umat Budha di
Indonesia jadi memuncak dengan demonstrasi di Borobudur. Sukur-sukur rakyat
semakin percaya Jokowi anti Islam.
Hanya dengan itulah mereka
berharap bisa memenangkan pertarungan nanti.
Mereka sudah membuktikan betapa
ampuhnya strategi kebencian ini pada kasus Pilkada Jakarta. Mungkin isu
Rohingya ingin dijadikan seperti Al Maidah 51. Bukankah kita semua sudah pernah
menyaksikannya kedasyatan akibatnya?
0 komentar