![]() |
Jokowi dan Prabowo |
Sepertinya Prabowo mulai ragu
maju lagi sebagai Capres untuk melawan Jokowi. Hasyim Joyohadikusumo, adik
Prabowo yang selama ini dikenal mengendalikan logistiknya, sudah melempar
wacana soal Prabowo tidak maju lagi.
Pertama, katanya, alasan
kesehatan yang mungkin jadi ganjalan. Kedua -ini mungkin yang paling
berpengaruh- karena alasan logistik. Hasyim ingin bilang, logistik yang
mungkin bisa dihimpum Prabowo tidak akan sebesar Pilpres 2014 lalu.
Wajar saja. Prabowo kini
bertanding melawan petahana. Sudah pasti dari sisi apapun petahana banyak
diuntungkan. Artinya, jika serius mau bertarung, kebutuhan logistiknya jauh
lebih besar dibanding Pilpres 2014 lalu dimana Jokowi dan Prabowo sama-sama
sang penantang.
Dari sisi pembiayaan, tentu orang
agak mulai ngerem dan tidak lagi jor-joran seperti dulu membiayai kebutuhan
kampanye Prabowo. Hasil survei, sampai saat ini dukungan untuk Prabowo jauh di
bawah Jokowi. Posisi inilah yang membuat para bandar politik menahan diri untuk
main habis-habisan.
Jika pada Pilpres lalu ada Riza
Chalid, raja minyak yang berdiri di belakang Prabowo, sekarang kayaknya gak
lagi. Riza mulai ngukur diri, setelah Jokowi membubarkan Petral. Sudah jadi
rahasia umum Petral inilah yang dulu jadi sumber duit Riza.
Prabowo sendiri sudah
terang-terangan menunjukan keraguannya. Saat temu kader Gerindra, dia menjawab
pertanyaan kenapa dirinya belum mendeklarasi sebagai Capres. "Tiketnya
juga belum ada," katanya.
Maksudnya jelas. Suara Gerindra
pada Pileg lalu hanya 11,8 persen. Sudah pasti tidak bisa mengusung sendiri
Capresnya. Jikapun koalisi dengan PKS, tetap masih kurang. Suara PKS hanya 6,9
persen. Padahal syaratnya minimal harus didukung 20 persen.
PKB, PAN dan Demokrat belum jelas
sikapnya. Partai-partai ini masih sibuk meningkatkan bargaining berebut posisi
Cawapres. Jadi memang posisi Prabowo masih ngambang. Wajar saja jika dia galau.
Kegalauan ini, tentu berkenaan
beberapa kali kegagalan yang di deritanya. Saat konvensi Presiden di Golkar
dulu, Prabowo kalah oleh Wiranto. Inilah cikal bakal akhirnya dia membentuk
Gerindra.
Setelah itu dia maju jadi
Cawapres mendampingi Megawati. Tapi lagi-lagi dikalahkan oleh SBY. Pilpres
berikutnya dia maju sebagai Capres. Kali ini Prabowo dikalahkan Jokowi. Kelakahan
yang terus menerus ini tentu menyisakan beban keraguan dalam dirinya.
Sadar kondisi seperti itu, Gatot
Nurmantyo yang merasa masih fresh -belum punya pengalaman kalah- memberanikan
diri mendaftar jadi Capres ke Gerindra. Tentu Gatot datang bukan dengan tangan
kosong. Prabowo bisa mempertimbangkan tawaran Gatot ini. Tapi apakah dia lebih
suka bertarung lagi, lalu dikenang sebagai politisi yang gak pernah menang.
Atau memilih menjadi king maker saja. Entahlah.
Sementara elit Gerindra terus
mendesak Prabowo untuk maju Capres. Bukan apa-apa. Pilpres 2019 dilaksanakan
berbarengan dengan Pileg. Jika Prabowo maju sebagai Capres itu akan membantu
mengantrol perolehan suara Gerindra di Pileg. Ini berdampak pada pekuang
kader-kader itu untuk duduk di kursi legislatif.
Akan berbeda jika Gerindra
mengusung Gatot Nurmantyo. Diperkirakan perolehan kursi Gerindra juga akan
turun. Mungkin mereka belajar dari kasus Partai Demokrat. Begitu SBY gak jadi
Capres lagi, perolehan suaranya terjun bebas, tinggal separuhnya dibanding
Pileg sebelumnya.
Artinya, bagi kader Gerindra,
mendukung Prabowo maju Capres, bukan hanya ingin ketuanya memenangi kursi
Presiden. Tetapi bermanfaat juga untuk didomplengi agar mengatrol suara mereka.
Pemilu serentak ini ini memang
disadari partai-partai. Makanya gak aneh jika jauh-jauh hari Nasdem, Golkar,
PPP, Hanura dan PDIP sudah menyatakan dukungan pada Jokowi. Partai-partai itu
mengharapkan limpahan simpati publik ke Jokowi terciprat ke partainya.
Jadi sekarang bagi Prabowo
kondisinya cukup ngenes. Mau maju tapi logistiknya cekak dan partai koalisi
belum jelas. Jika gak maju, lingkarannya mendorong dia untuk bertempur terus.
Soal hasilnya nanti Prabowo menang atau kalah lagi untuk kesekian kalinya, bagi
kader Gerindra akan tetap menguntungkan.
Ini namanya strategi ngejorokin
ketum.
0 komentar